Rabu, 09 Februari 2011

Kesehatan, Investasi yang Harus Diperjuangkan

If the whole world adopts vegetarianism, it can change the destiny of humankind."—Albert Einstein

Kenapa saya harus menjaga kesehatan mulai dari sekarang, kenapa saya harus menjadi seorang vegetarian mulai dini, karena alasan kesehatan jangka panjang, karena merawat kesehatan merupakan bentuk investasi yang harus dimulai sejak dini.

Saya tidak ingin sakit-sakitan pada suatu saat nanti, terutama ketika usia sudah senja. Karena kalau sakit-sakitan, saya akan menjadi beban keluarga, terutama istri, anak, cucu, dan kerabat dekat lainnya. Istri harus repot-repot meluangkan waktu lebih banyak untuk merawat saya. Dia harus mengalami tekanan psikologis, harus menanggung perasaan sedih, juga terganggu tidurnya, karena harus memikirkan saya. Dia harus menggunakan tenaganya lebih banyak lagi, karena harus merawat dan menggantikan pekerjaan yang menjadi tugas pribadi saya. Dia harus merelakan resources-nya (hartanya) untuk membiayai pengobatan saya. Dia harus tidak enak makan dan tidur, teringat adanya beban melelahkan karena kondisi saya. Semuanya serba saya.

Tidak hanya istri saya, barangkali anak dan cucu saya, akan tersita sebagian waktunya, tenaganya, juga pikirannya karena harus wira-wiri menjenguk ayahandanya atau kakeknya yang harus menginap di rumah sakit atau panti kesehatan. Mereka pasti akan mengeluh, meskipun dalam hati saja, karena ketidaknyamanan itu, karena bau badan ayah/kakeknya, yang pasti semakin mengganggu ketika sedang sakit-sakitan. Keceriaan mereka pastilah akan berkurang, bahkan bisa hilang.

Sanak saudara, tetangga, dan kenalan-kenalan lain pasti juga akan terusik, meskipun tidak sebanyak dan seberat apa yang ditanggung istri, anak, dan cucu-cucu saya.

Kenyamanan hidup sepanjang sejarah kehidupan saya nanti, juga menjadi pertimbangan utama dalam misi pengendalian diri itu. Andaikan, saya bisa menjadi orang dengan kebebasan finansial yang luar biasa nanti, tetap saja, saya tidak percaya bahwa uang akan mampu membeli kenyamanan dari "hidup sehat", dan uang juga tidak akan bisa menjauhkan kita dari penyakit, bisa jadi sebaliknya, karena godaan konsumsi. Benar, kemampuan financial itu memungkinkan kita untuk mendapatkan perawatan medis atau dukun terbaik, tetapi apakah jejak-jejak luka fisik dan psikologis yang ditinggalkan oleh derita penyakit bisa tanpa bekas? Saya kira tidak.

Dengan pertimbangan-pertimbangan itulah, saya menjadi semakin termotivasi dan kekeh untuk meningkatkan gaya hidup yang sehat. Saya akan tetap rajin berolah-raga, berusaha untuk semakin perhatian dan selektif pada apa yang saya makan dan minum. Dengan terus mengamalkan gaya hidup vegetarian, paling tidak saya yakin bahwa itu adalah cara paling rasional, mudah, dan murah, di tengah semakin dasyatnya gelombang budaya konsumerisme yang "menjelomprongkan" kita, dan saya percaya kebiasaan baik itu akan menjaga kesehatan dalam jangka panjang.

Kenapa Harus "Emoh" Daging?

Menurut beberapa cerita teman sesama vegetarian dan vegan, juga menurut pendapat para ahli gizi (nutritionists) dan pakar kesehatan, yang telah menebarkan artikel-artikel kesehatan di media massa dan buku bacaan, bahwa pola diet vegetarian dan vegan, dinilai sangat handal dalam memperbaiki, meningkatkan, dan kemudian menjaga kualitas kesehatan manusia.

Menurut teori mereka, ada banyak jenis penyakit yang bisa dihindari ketika kita menganut pola diet vegetarian, diantaranya adalah aneka jenis kanker. Banyak studi yang berujung pada kesimpulan serupa bahwa konsumsi daging, terutama daging merah, meningkatkan resiko penyakit kanker, baik kanker payudara, kaker pankreas, kanker prostat, kanker kolon, dan kanker-kanker jenis lain. Hal itu dikarenakan, selain daging merah tinggi kandungan lemaknya, beberapa jenis hormon juga kerap ditambahkan oleh peternak guna mendongkrak produktivitas peternakannya, baik melalui pakan ternak instan maupun dengan cara injeksi. Padahal hormon tersebut memicu berjangkitnya sel-sel kanker ketika masuk dalam tubuh manusia. Selain itu, daging sangat tinggi kandungan proteinnya, sedangkan protein akan memecah amonia yang bersifat karsinogen. Seperti kita tahu bahwa zat karsinogen merupakan biang penyemai kanker yang paling laten.

Tidak itu saja, hasil riset juga mengungkap bahwa konsumsi daging juga turut mereduksi asupan serat, antioksidan, dan nutrisi penting lainnya. Padahal serat dan antioksidan terbukti ampuh dalam menangkal munculnya benih sel kanker. Sialnya lagi, kegemaran orang memasak daging dengan cara dibakar atau dimasak dengan suhu yang tinggi juga menyisakan residu berupa senyawa kimia karsinogen seperti polycyclic aromatic hydrocarbons dan hetercycil amines yang juga memicu penyakit kanker (KOMPAS.com, 16/01/2010). Sehingga tidak mengejutkan ketika beberapa studi yang mengkaji populasi orang Eropa di era 1990-an, menegaskan sebuah kesimpulan bahwa mereka yang sering mengkonsumsi daging lebih banyak terjangkiti kanker ketimbang mereka yang vegetarian.

Fakta-fakta yang mengkaitkan konsumsi daging dengan prevalensi berjangkitnya kanker, juga telah dibuktikan dengan riset yang lebih meyakinkan, yakni riset yang digelar di Inggris selama 12 tahun, yang melibatkan 6.000 pelaku vegetarian dan 5.000 penyantap daging. Studi itu mengungkap bahwa pelaku vegetarian yang meninggal karena kanker 40% lebih sedikit dibandingkan dengan pemakan daging, sedangkan yang meninggal karena penyakit lain juga 20% lebih sedikit (The Guardian, 07/2009).

Konsumsi daging, terutama daging merah, apalagi yang sudah diawetkan, juga berkorelasi positif dengan meningkatnya kadar lemak dan kolesterol jahat dalam darah kita, sedangkan tingginya kadar lemak dan kolesterol jahat tersebut berbanding lurus dengan berjangkitnya beberapa penyakit degeneratif, termasuk stroke, gagal jantung, kencing manis (diabetes), dan serangan ginjal, meskipun masih banyak faktor lain yang turut mempercepat munculnya penyakit degeneratif tersebut. Namun demikian, menghindari daging akan mengurangi secara signifikan resiko penyakit-penyakit fatal tersebut.

Karakter daging yang tak berserat (non fiber) sudah pasti akan menambah potensi penumpukan kalori yang berlebihan, sehingga meningkatkan resiko obesitas. Selain itu, rendahnya kadar fiber akan memicu terjadinya gangguan sembelit, yang apabila berlansung secara terus-menerus (dalam jangka panjang) akan menyebabkan penyakit wasir.

Makanan hewani juga mempertinggi prevalensi penularan penyakit-penyakit yang dibawa atau ditularkan oleh binatang, seperti sapi gila, antrax, salmonella, flu babi, flu burung, E-colie, cacing pita, dan parasit lainya. Tidak itu saja, beberapa jenis limbah pencemaran seperti logam berat dan pestisida buatan biasanya terakumulasi dalam tubuh hewan yang tersimpan aman bersama lemak dan bagian organ tertentu, sehingga menkonsumsinya sama artinya dengan memindahkan timbunan polutan ke dalam tubuh kita. Kalau sudah seperti itu, gangguan kesehatan tinggal menunggu waktu, bahkan akan mengancam jiwa.

Penyakit osteoporosis juga menjadi ancaman serius bagi meat-eaters. Hal ini dikarenakan, dalam proses pencernaannya daging akan menghasilkan zat asam tertentu, yang pada akhirnya akan bersemayam di dalam tulang, sehingga memicu pelepasan kalsium tulang. Nah, berkurangnya kalsium dalam tulang akan berdampak pada turunya massa tulang, yang pada gilirannya akan menyebabkan osteoporosis.

Bagi wanita yang vegetarian, mereka akan diuntungkan dengan tingginya konsumsi sayur dan buah-buahan, serta biji-bijian atau kacang-kacangan, termasuk kedelai, yang sangat kaya akan fito-estrogen, yaitu senyawa yang memiliki karakter layaknya hormon estrogen, yang bermanfaat untuk mencegah gangguan penyakit menjelang masa menopause, seperti emosi menjadi tidak terkendali, perasaan tidak nyaman, dan tubuh terasa sakit-sakit. Itulah kenapa, banyak yang menyebut bahwa makanan dari bahan kedelai merupakan sumber doping estrogen yang alamiah.

Longevity

Fakta yang paling istemewa tentang pola konsumsi vegetarian dan vegan adalah, bahwa mereka yang taat dengan diet “emoh” daging akan mendapatkan bonus kehidupan yang lebih panjang (longevity), dengan kualitas kesehatan prima atau panjang umur namun tetap sehat. Ini telah dibuktikan dengan banyak riset, salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti dari Loma Linda University USA. Berdasarkan temuan mereka, orang vegetarian akan hidup 15 tahun lebih lama dibandingkan dengan mereka yang meat-eaters (American Journal of Clinical Nutritio; September 2003).

Adanya kantong-kantong centenarian, komunitas orang yang berumur lebih dari seratus tahun, di beberapa tempat di belahan bumi, seperti di daerah Okinawa (Jepang), Sardina (Italia), dan juga Loma Linda (Califormia), yang menurut hasil penelitian, diduga karena mereka cenderung hidup vegetarian, bijak terhadap alam lingkungan, dan punya relasi horisontal dan vertikal secara baik, menambah kuatnya argumentasi tentang peran vegetarianisme dalam menjaga kesehatan di masa senja (National Geographic, November 2005).

Eventually, fakta-fakta terangkai diatas, telah menolong dan menguatkan saya untuk tetap setia pada keyakinan awal, bahwa kesehatan adalah masa depan, sangat bernilai, layaknya cita-cita atau impian yang harus terus diperjuangkan, sehingga mengupayakan kesehatan merupakan bentuk investasi, yang layak dijaga dan diperjuangkan. Saya memilih jalan vegetarian, demi memperjuangkan investasi masa depan saya.***

Jumat, 14 Januari 2011

Sejarah Singkat dan Mengapa Saya Vegetarian

Sedari dulu, terutama ketika sudah mengenyam bangku sekolah, saya lebih tertarik mata pelajaran olah-raga dan kesehatan. Karenanya, ketika bertemu dengan bahan bacaan seperti koran dan majalah, artikel atau tulisan yang bicara tentang kesehatan akan saya sambangi lebih dini. Apalagi kalau waktunya terbatas, praktis hanya jenis informasi seperti itu yang saya nikmati.

Akhir tahun 1998 saya mulai bekerja di sebuah lembaga non-profit di Yogyakarta. Di lembaga itulah saya kemudian berinteraksi dengan seorang teman kerja yang sedari kecil sudah tidak suka daging, tetapi masih toleran terhadap konsumsi bakso dan makanan olahan lain yang masih menggunakan daging sebagai bahan campuran. Sedangkan untuk menu daging murni dia sama sekali tidak bisa memakannya. Saya dan teman-teman kerja menyebutnya sebagai seorang vegetarian, namun dia sendiri mengaku bukan penganut vegetarian.

Selain dia, masih ada seorang teman lagi yang saat itu sudah vegetarian selama tujuh tahun. Akan tetapi dia sudah berhenti menjadi vegetarian, karena alasan khusus yang saat itu tidak disampaikan kepada saya. Namun, dia masih bersemangat untuk menularkan pengetahuannya tentang pilihan hidup yang selama tujuh tahun terakhir dia lakoni dengan penuh dedikasi.

Dua teman baik tersebut rupanya, telah memberikan inspirasi pada saya untuk mencari-cari informasi tentang vegetarianisme. Memang, sebelumnya pengatahuan saya tentang bahasan itu sangatlah minim. Nah, kebetulan pada saat itu lembaga kami mulai menyediakan fasilitas akses internet, meskipun masih sangat terbatas, sehingga kami harus bergantian dalam memanfaatkannya. Kesempatan yang sangat terbatas tersebut saya manfaatkan untuk terus mencari artikel-artikel tentang kesehatan dan vegetarianisme.

Pada perkembangan selajutnya, semakin banyak membaca artikel tentang kesehatan, kesadaran saya terhadap pentingnya gaya hidup sehat semakin menguat. Hingga kira-kira mulai pertengahan 1999, saya mulai mengurangi konsumsi daging, terutama jenis daging yang dianggap sangat berbahaya bagi kesehatan kita jangka panjang. Nah, sejak saat itu saya mulai emoh jenis bahan pangan hewani tertentu, seperti daging yang berwarna merah, jerohan, kulit, sumsum, otak, lemak-lemakan, kuning telur, daging yang dibakar, dst. dan cenderung memilih bahan pangan nabati seperti tahu, tempe, sayur-sayuran dan buah-buahan. Apabila terpaksa harus makan produk pangan hewani saya selalu memilih jenis ayam kampung dan ikan-ikanan sebagai pengganti lauk-pauk. Alasanya, waktu itu banyak ahli kesehatan yang menyebutkan bahwa daging ikan lebih sehat dibandingkan dengan daging lainnya, karena daging ikan dinilai lebih rendah kadar lemak dan kolesterolnya. Jadi, saya mengkonsumsi daging jauh lebih jarang dari tahun-tahun sebelumnya.

Waktu terus berjalan, pengetahuan saya tentang vegetarianisme dan gaya hidup sehat terus bertambah, sedangkan pola konsumsi harian saya juga semakin berubah mengikuti pola baru yang menurut keyakinan saya “lebih sehat”. Saya lebih banyak mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan segar yang berwarna-warni (diet pelangi-red). Konsumsi daging ayam juga mulai saya tinggalkan sama sekali. Masakan ala ikan-ikanan, sesekali saja dan dengan porsi amat terbatas menjadi pilihan saya. Hal itu terjadi, terutama ketika lembaga dimana saya bekerja, sedang menggelar kegiatan-kegiatan di hotel, dimana selalu tersedia beraneka jamuan makan mewah dan gratis. Sehingga cukup memberikan godaan hebat bagi saya yang sedang memulai pola konsumsi baru yang cenderung semi vegetarian atau flexitarian (karena kandang-kadang masih makan daging ikan).

Keteguhan saya untuk terus berlatih menjadi seorang vegetarian semakin kuat. Pilihan menu harian saya semakin mendekati menu vegetarian, meskipun masih mengkonsumsi susu dan putih telur. Konsumsi ikan juga semakin jarang. Ketika ada kesempatan makan bersama di kegiatan-kegiatan atau acara-acara komunitas yang melibatkan jamuan pesta, saya mulai terbiasa dan tidak tergoda lagi untuk mencicipi masakan berbau ikan.

Kira-kira tahun 2003, ketika sedang hang-out bersama komunitas bikers, di komplek kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), secara kebetulan saya melihat ada warung tenda vegetarian yang dikelola oleh Keluarga Vegetarian Maitreya Indonesia (KVMI) cabang Yogyakarta. Warung tiban itu digelar bersama dengan puluhan warung tenda lainnya di jalan-jalan dalam kompleks kampus UGM, tepatnya di depan lapangan Gedung Graha Saba, setiap hari Minggu pagi. Tanpa berfikir panjang saya langsung “andok” di warung istimewa itu. Di sana, saya berkenalan dengan beberapa crew-nya, yang menurut saya sangat santun-santun dan nampak halus pembawaan perilakunya.

Masih ingat betul, saat itu saya dilayani oleh Mas Dondi (dari KVMI). Kesempatan itu kemudian saya manfaatkan untuk berkenalan dan berbincang-bincang tentang vegetarianisme. Dengan segenap pengetahuan dan dedikasinya, Mas Dondi menjelaskan panjang lebar tentang vegetarianisme dan KVMI sebagi sebuah organisasi nasional. Saya juga ditawari publikasi yang diterbitkan oleh KVMI, dan saya membelinya juga, diantaranya “Vegetarian Ok dengan Kwartet Nabati”, “Vegetarian OK 2” keduanya karangan L. Linan, dan “Memuliakan Semua Makhluk” karya Roshi Philip Kapleau, “Apa yang Salah Dengan Makan Daging,” serta sebuah buku saku dan tabloid tentang vegetarianisme.

Pertemuan tak terduga itu dan buku-buku KVMI yang telah saya baca sebagian, semakin memberikan motivasi dan meneguhkan komitmen saya untuk meneruskan jalan hidup yang mulai fokus pada pilihan “Lacto-Ovo-Vegetarian”.

Orientasi

Ada banyak tujuan atau orientasi mengapa seseorang memilih jalan hidup vegetarian. Saya pribadi pada awalnya “emoh” daging karena ingin meningkatkan kualitas kesehatan, sedikit demi sedikit, dilakukan saban hari. Karena itu, gaya hidup vegetarian menjadi alternatif terobosan paling masuk akal, dan mulai tahun 2003 saya bertekat menempuh jalan itu, meskipun saya tidak sedang menderita sakit tertentu.

Jaman terus berkembang, keyakinan saya tentang vegetarianisme semakin tak tergoyahkan. Di luar sana, gaya hidup vegetarian juga terus berkembang dan semakin banyak pengikutnya. Tidak hanya kaun agamawan dan kalangan aktivis pecinta lingkungan, para celebrity dan tokoh-tokoh terkenal dunia juga semakin banyak yang taat pada jalan hidup yang terbilang ideologis itu. Untuk sekedar menyebutkan beberapa contoh penganut vegetarianisme dunia: aktor terkenal Alicia Silverstone, Tobey Maguire (Spiderman), and Barbie Hsu; bintang NBA basketball John Salley; pembawa acara TV Ellen Degeneres; Peraih Nobel Perdamaian dan Ketua UN IPCC Dr. Rajendra Pachauri, anggota kongres USA Dennis Kucinich; jurnalis CNN Jane Velez-Mitchell; penyanyi popular Shania Twain, Paul McCartney, John Lennon, Jason Mraz, dan Moby; Jaksa dan analis hukum CNN Lisa Bloom; penulis terkenal Jonathan Safran Foer; supermodels Petra Nemcova dan Lauren Bush, dan masih ratusan lagi.

Satu dekade terakhir ini, jalan hidup yang dipandang green itu, bahkan disebut-sebut oleh para ahli ekologi bisa menjadi jalan keluar untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan menyelamatkan bumi dari ancaman global warming, bila dilakukan oleh lebih banyak penduduk di planet bumi ini. Nah, kenyataan itu telah melengkapi dan memperkaya orientasi saya dalam bervegetarian. That’s why, belakangan ini saya lebih termotivasi untuk meneguhkan vegetarianisme dan green life style, sebagai bukti betapa cintanya saya terhadap lingkungan dan keselamatan bumi dari ancaman global warming dan climate change.

Terakhir, saya memang seorang muslim, dan agama saya tidak secara tegas mengajarkan tentang vegetarianisme. Kendati demikian, ajaran agama saya tentang kasih sayang terhadap sesama dan mahkluk lain, serta kebajikan yang harus diejawantahkan terhadap lingkungan alam, menjadikan saya semakin nyaman dengan alasan “ethical” mengenai perilaku vegarian yang saya yakini.***

Note:

Menurut beberapa referensi yang pernah saya baca, gaya hidup vegetarian bisa mencegah berbagai gangguan kesehatan seperti penyakit kanker, penyakit akibat kolesterol, obesitas, osteoporosis, ganguan ketika masa manupouse, serta tidak tertular penyakit dari hewan dan keracunan. Selain itu, ber-vegetarian diyakini banyak ilmuwan bisa memperpanjang kesempatah hidup dengan kualitas kesehatan prima, alias berumur lebih panjang dan dengan kondisi tetap sehat. How do you think, guys?